Ingat bidadari, lupa pada istri

Beberapa malam lalu saya mencicipi ceramah menarik pada ibadah tarawih berjamaah di sebuah perumahan mewah di sebelah Timur Cibubur. Sebagaimana pada Ramadhan-Ramadhan sebelumnya, saya memang suka mengikuti ceramah tarawih di masjid ini karena isi ceramah yang biasanya memang bagus-bagus, tidak menggurui, dan menambah wawasan. Tak melulu ngomongin ibadah ritual, tetapi juga tentang kaitan agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial dan kebudayaan masyarakat. Maklum, sejak kecil saya tidak pernah nyantri selain pesantren kilat waktu masih siswa SMA di Bengkulu sana. Juga, pengetahuan agama saya teramat sedikit.

Pada malam itu, kalau biasanya penceramah hadir di shaf (barisan) shalat paling depan, penceramah yang saya lupa namanya ini datang dari shaf tengah dan kemudian berjalan menuju mimbar sesaat setelah dipersilahkan oleh panitia Ramadhan di masjid tersebut. Ia terlihat sederhana, mengenakan kemeja batik lengan panjang dan menggunakan peci, tubuh terlihat agak kurus dibandingkan dengan tinggi badannya yang sekira 160-an centi meter. Dialek Jawanya yang terkesan orang "ndeso" tertutupi oleh pengetahuan agama yang terlihat luas dan membuatnya tetap terlihat berwibawa membawakan ceramah dengan sindiran-sindirannya yang cukup tajam malam itu.

Read More......