Oktober lalu, seorang teman aktivis perempuan yang mendampingi petani di pedesaan Yogyakarta dan Jawa Tengah bercerita kalau ada perempuan yang tidak dapat mengakses secara penuh bantuan pertanian dari Pemerintah. Petani pedesaan di sana mengalami diskriminasi karena mereka adalah janda.

Bantuan pertanian berupa pupuk dari pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) turun hingga ke masyarakat melalui pemerintah desa. Dalam hal pembangunan pertanian di desa, masyarakat membuat kelompok tani-kelompok tani untuk mendapatkan bantuan. Di dalam kelompok petani, setiap keluarga hanya diwakili oleh satu orang kepala keluarga. Di beberapa desa, perempuan janda yang menjadi pencari nafkah untuk keluarganya tidak dapat dianggap sebagai kepala keluarga. Masyarakat masih menilai bahwa yang boleh menjadi kepala keluarga hanyalah seorang lelaki, seorang suami sekaligus ayah dalam keluarganya. Ini menjadi masalah krusial bagi keluarga yang tidak memiliki suami atau ayah.

Read More......