Bahasa: Berlomba atau Bertanding?

Maaf, saya bukan ahli bahasa. Hanya sedikit pengetahuan saya mengenainya. Hanya saja, saya agak tergelitik mengetahui penggunaan beberapa kata atau istilah yang kurang tepat. Berikut ini contoh yang kurang tepat itu, yakni penggunaan kata "lomba" dan "tanding".

Kata "lomba" dan "tanding" biasanya digunakan dengan imbuhan "pe-an" yang akan menjadi "perlombaan" dan "pertandingan" serta imbuhan "ber" yag akan mengubahnya menjadi "berlomba" dan "bertanding". Bagaimana memahami arti kedua kata ini? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lomba berarti adu kecepatan atau adu kecakapan. Berlomba berati beradu kecepatan atau kecakapan. Tanding berarti yang seimbang/sebanding atau satu lawan satu. Bertanding berarti berlawanan, ada bandingnya (imbangannya, lawannya), atau melawan/menyaingi/menyamai.

Read More......

Ragam Pitulasan

Ada banyak cara untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia setiap tahunnya. Mulai dari melakukan kontemplasi dan diskusi tentang perkembangan bangsa dan negara ini sejak 17 Agustus 1945 hingga sekarang, menyelenggarakan berbagai pertandingan dan perlombaan untuk bersuka ria sebagai bangsa yang telah "merdeka", bahkan ada yang menganggapnya biasa-biasa saja.

Di lingkungan tempat tinggal saya, desa Ciangsana, Gunung Puteri, Kabupaten Bogor, seperti biasanya ada perayaan dengan pertandingan dan perlombaan, serta panggung hiburan kesenian. Di RW 02 tempat kami tinggal, puncak acara peringatan hari kemerdekaan ini berlangsung pada 16 Agustus lalu, yang kebetulan bertepatan dengan hari Minggu. Pada sore hari dengan matahari yang masih terik, masyarakat dari RT 01 hingga RT 11 menyertai anak-anak yang berlomba pawai mengelilingi separoh komplek perumahan yang menjadi wilayah RW 02.

Read More......

Ia yang Maha Segala

Suatu ketika, Musa sedang sakit. Lalu ia berdo'a memohon kepada Allah SWT, minta disembuhkan dari sakitnya.

Karena Musa adalah seorang nabi, utusan Allah, maka datanglah kepadanya malaikat Jibril. Malaikat penyampai wahyu itu memberitahu Musa tentang obat untuk menyembuhkan sakitnya.

"Ambillah daun-daunan dari tumbuhan yang ada di dekat rumahmu, lalu rebuslah daun-daun itu dan minumlah air rebusan itu." Demikian jibril memberi tahu tentang obat untuk Musa.


Read More......

Cerita tentang Warung

Namanya Murtini. Saya lupa persis namanya, dan hanya kata itu yang saya ingat untuk namanya, meski tidak yakin bahwa itu nama yang ia sebutkan pada dua pekan lalu. Ya, dua pekan lalu saya mampir di warung nasi yang ia kelola di dekat Gudeg Yu Djum, sebelah utara Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya mampir ke warungnya setelah sekitar 7 tahun lalu untuk terakhir kali saya makan di sana. Mbak Murtini berusia sekitar 35 tahun.

Saya tinggal di Tawang Sari saat itu, tak jauh dari warung mbak Murtini yang berada di Karangasem. Ada banyak warung di daerah pondokan mahasiswa di sebelah utara kampus "ndeso" itu. Saya salah satu mahasiswa 12 tahun lalu, bisa memilih warung mana saja sekedar untuk variasi makanan sehingga tak bosan. Namun, pilihan warung macam milik mbak Murtini lebih karena murahnya.Bandingkan misalnya dengan warung Bu Tuti, yang menyediakan masakan khas Bengkulu, yang harganya bisa tiga kali lipat. Berapa uang yang harus dikeluarkan untuk makan di warung mbak Murtini saat itu? Seingat saya, makan dengan seribu atau seribu lima ratus perak sudah sangat layak untuk mahasiswa sembilan tahun lalu. Apalagi saat sebelum krisis, makan dengan lauk ayam dan tempe dua potong hanya butuh tak sampai seribu perak.

Read More......