Lebaran masa kecil

Saat kecil, di Bengkulu sana, Idul Fitri adalah hari raya yang sangat membuat bahagia. Dunia anak macam-macam saja pikirannya. Idul fitri berarti di malam sebelum hari H akan ada gunung api dan makan malam dari rumah ke rumah sedusun Aya'Langkap di Kaur Tengah tempat kelahiran saya. Gunung api adalah sayak (tempurung kelapa) yang disusun di sebatang kayu di depan rumah. Sayak itu terkumpul sepanjang beberapa bulan sebelumnya, lalu dibakar dari sayak paling atas dan akan menyala sepanjang malam hingga sayak paling bawah. Di terangnya gunung api di tengah laman itu kami, anak-anak masa itu akan ramai beramain. Di malam lebaran itu, ada undangan makan secara bergiliran dari satu rumah ke rumah lainnya sedusun. Haduh, kalau ini memang harus menyiasati jangan sampai makan terlalu kenyang, supaya tidak sakit perut karena harus makan terus sepanjang malam :)

Juga, di hari lebaran ada paman-paman, bibi atau kerabat yang lebih tua yang biasanya akan memberikan uang beberapa lembar setelah bersalaman dan meminta maaf lahir dan batin pada mereka, persis dengan yang digambarkan di film animasi Upin & Ipin yang diproduksi orang Malaysia yang selama Ramadhan ini ditonton anak saya nyaris setiap hari. Juga tak lupa, jalan-jalan sekeluarga ke pantai Way Hawang di Kaur Selatan. Atau, kalau sedang di Bengkulu biasa main ke keluarga yang dituakan orang tua kami di Rawa Makmur, serta berjalan-jalan bersama kawan-kawan di Pantai panjang yang biasanya ada keramaian di akhir pekan setelah lebaran.

Read More......

Terima Kasih Allah

Sering saat melaksanakan shalat di satu masjid tak jauh dari tempat tinggal, saya menemukan satu dua orang jamaah yang shalatnya dengan cara duduk atau di atas kursi. Saya memahami mereka sudah dalam kondisi tidak memungkinkan untuk shalat seperti jamaah lain yang masih bugar. Yang Maha Kuasa telah mengurangi kenikmatan dan kesempurnaan tubuh atas mereka karena termakan usia. Namun, justru usia yang mendekati liang lahat itu pulalah yang sering membuat manusia menjadi sadar bahwa ia adalah manusia: lahir, kecil, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi senja. Alhamdulillah, orang seperti ini masih juga mau mengingat mati.

Read More......

Hari ini saya mendapat informasi dari satu posting di mailing list salah seorang penyiar radio Ibukota, yang memuat hasil survei biaya hidup di kota-kota di tanah air. Biaya hidup termahal ternyata diraih oleh kota Balikpapan. Agak terkejut saya mendengarnya, meski seorang teman yang pernah bermukim di sana menyatakan biaya hidup di Balikpapan memang lebih mahal daripada Jakarta.

Mumu, teman saya itu, beberapa waktu lalu saya tanyai mengenai kehidupan di Balikpapan, sebab ada beberapa orang teman lama saya yang tinggal di sana. Juga setelah mengetahui kalau orang yang pernah dekat di hati juga ternyata telah berdomisili di bagian timur Borneo.

Read More......