Teh Tawar dari Bogor

Peristiwa ini terjadi pada Kamis malam, akhir bulan lalu. Pengajian rutin pekanan bapak-bapak di lingkungan tempat tinggal kami saat itu berlangsung di rumah tinggal saya. Menjadi kesepakatan bersama, kegiatan ini berlangsung selepas shalat Isya di rumah orang yang bersedia menjadi tempat kegiatan. Setiap akhir pengajian setiap orang boleh mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah pengajian pada pekan berikutnya. Cara pengajiannya sendiri, berupa membaca Al-Quran (biasanya satu halaman) secara bergantian, sementara yang lain menyimak dan mengoreksi kalau ada cara membaca yang salah. Setiap orang mendapat giliran untuk membaca ayat-ayat yang sama. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan arti, dan diakhiri dengan berdiskusi. Jeda sebelum berdiskusi selalu diselingi dengan makan bersama atau sekedar menikmati hidangan yang disediakan oleh tuan rumah. Inilah salah satu kegiatan saya untuk mengeratkan hubungan dengan tetangga dan lingkungan sekitar.

Read More......

Kehidupan orang di kota-kota besar macam Jakarta seringkali melalaikan kebutuhan manusia untuk bersosialisasi, bahkan menjalin persaudaraan dengan orang-orang di sekeliling tempat tinggalnya. Berangkat pagi dan baru pulang setelah malam hari. Pada akhir pekan Sabtu-Minggu, orang-orang pun sibuk dengan urusan sendiri tetapi masih dengan orang-orang di luar lingkungan terdekat tempat tinggalnya. Kebanyakan orang--mudahan-mudahan penilaian saya salah--berlomba memburu prestise dalam bentuk prestasi yang bersifat material. Lupa bahwa diri ini hidup di tengah-tengah masyarakat, yang bahkan di lingkungan paling dekat, yakni mereka yang ada di sekeliling rumah kita. Bahasa Indonesia menamakannya "tetangga".

Penting sekali menjaga silaturrahim, persaudaraan, terutama dengan tetangga. Mereka adalah orang-orang terdekat dengan kita. Paling dekat dengan rumah tinggal kita. Ketika kita sakit, anggota keluarga kita mendapat musibah, bahkan ada yang meninggal, merekalah yang pertama kali datang menjenguk kita. Hal semacam ini biasa terjadi di kampung atau pedesaan. Tapi bukan tidak mungkin suasana ini bisa terjadi di sekitar kita yang meskipun bukan di tengah kota tetapi sudah terjangkiti penyakit individualisme masyarakat perkotaan.

Read More......

Setan Merah dan Deni

Tadi pagi saya dikabari oleh kakak saya dari Kaur, Bengkulu. Ia menanyakan apakah saya mendapatkan informasi mengenai Setan Merah yang mengancam nyawa banyak orang yang menerima pesan pendek (sms) dan telepon darinya. Hal ini menjadi sesuatu yang menggemparkan. Setiap orang di lingkungan kakak saya di Kaur tidak mengaktifkan ponsel sejak dari pukul 10 hingga 12 siang hari dan setiap hari. Sebabnya karena pada waktu-waktu itu Setan Merah menelepon atau mengirim sms yang sepertinya ke sembarang nomor. Yang sedang apes akan mendapatkan sialnya.

Saya katakan pada kakak saya kalau saya belum mengetahuinya. Lalu kakak saya menyarankan saya untuk membaca informasi mengenai ini di koran Rakyat Bengkulu. Inilah salah satu kendala yang saya hadapi belakangan ini: tidak memiliki televisi, tidak membaca koran, dan jaringan internet di kantor diputus untuk waktu yang belum tahu sampai kapan, sehingga saya ketinggalan informasi. Radio Elshinta dan Delta FM langganan kami di rumah tidak sampai memberitakan Setan Merah yang bergentayangan ini. Demikian pula Koran Tempo.

12-May-2008
13:52:40
Slmt siang. Ini sms setan merah. Silahkan menutup
pesan ini sblm trjadi hal di luar nalar Anda.

Lalu Deni membalas pesan saya.

12-May-2008
14:06:23
Semoga Allah memberikan ganjaran pada Setan Merah
ini...Amien!

Deni membalas pesan pendek itu sebanyak dua kali berturut-turut.

Niat saya mengirim pesan ini hanya untuk menguji nalar Deni yang pada masa-masa sekolah kami dulu merupakan teman diskusi yang kritis dan cukup rasional. Saya pikir ia tidak akan begitu saja percaya pada hal-hal semacam ini. Lagipula saya ingin ¨ngerjain¨ teman yang masih pengantin baru. Beberapa bulan lalu ia melangsungkan pernikahan dengan pacarnya yang pada saat Idul Fitri lalu ia kenalkan pula pada saya. Iseng memang. Tetapi tidak bermaksud menakut-nakuti.

Setalah mengetahui pesan pendek saya dibalas, saya pun berusaha menelepon dia dengan menggunakan nomor telepon biasa. Maksud saya supaya ia mau mengangkatnya karena nomornya berbeda dengan nomor untuk mengirim sms. Saya sampaikan kalau saya adalah Setan Merah.

"Saya Setan Merah. Apakah Anda sedang sibuk?"
"Tidak juga. Anda Siapa?"
"Saya Setan Merah. Kami dari Jakarta ingin menjemput Anda. Pukul berapa Anda
siap kami jemput?"

Tuttt. Pembicaraan singkat itu terputus. Deni memutus pembicaraan. Saya mencoba menghubungi dengan menggunakan ponsel. Ternyata ponselnya dimatikan. Hingga pukul 16.02 masih juga ponselnya tidak ia aktifkan. Saya merasa khawatir kalau Deni benar-benar ketakutan dengan skenario saya yang sebenarnya hanya ingin menanyakan kabarnya dan mengucapkan selamat atas pernikahan mereka beberapa waktu lalu.

Tetapi, alangkah mudahnya orang dihinggapi pada rasa takut pada hal-hal yang tidak rasional? Ah, sudahlah. Saya ingin hal ini tidak ditiru oleh satu apapun. Saya khawatir ini menjadi preseden buruk kalau sampai Deni menjadi begitu gelisah menerima pesan pendek dan telepon dari teman lamanya.

Untuk Deni Yohanes, sebagai penutup tulisan ini saya menyampaikan pesan pendek melalui ponsel (meski saya tidak tahu pukul berapa nomor ponselmu akan aktif) dan juga melalui blog ini: Selamat menempuh hidup baru, temanku. Semoga Allah SWT memberikan kebahagian Dunia dan Akhirat untukmu sekeluarga.

Pembaruan 21 Mei 2008:
Setelah membaca artikel di blognya Bambang, akhirnya saya tahu kalau si pengirim pesan pendek Setan Merah telah ditemukan.

Read More......