Inilah alat mengail (memancing) ikan penduduk di dusun Air Langkap, Kaur Tengah, kabupaten Kaur, Propinsi Bengkulu. Jorannya terbuat dari lidi Nau (lidi dari pohon aren). Lidi sepanjang lebih kurang 1,5 meter ini disambung dengan buluh (bambu) sebesar ibu jari orang dewasa. Panjang buluh disesuaikan dengan kebutuhan panjang joran untuk mengail. Seperti joran pancing umumnya, tentu ada tali atum (tali pancing) dan mata kail (mata pancing/hook) untuk mengait ikan yang memakan umpannya. Ujung tali atum yang memiliki mata kail di salah satu ujung lainnya diikatkan pada ujung lidi nau.
Buluh yang digunakan untuk mengail ini adalah buluh Temiang atau buluh Kapal. Buluh ini dianggap paling pas untuk disambung dengan lidi Nau.
Lidi Nau yang dipilih mengail adalah lidi yang sudah tua, dari daun Nau (yang mirip dengan daun kelapa) yang sudah tua sehingga merupakan lidi yang kuat. Lidi yang dipilih lalu diletakkan di atas Lantai. Lantai dalam bahasa Air Langkap adalah tempat meletakkan bumbu-bumbu masak, panci dan lainnya di atas tungku perapian memasak. Dengan demikian, lidi yang disimpan di atasnya mengalami pengasapan setiap hari. Proses ini dinilai membuat lidi nau menjadi lebih kuat namun tetap lentur.
Meski menggunakan lidi nau, joran pancing ini bisa dipakai untuk menangkap ikan dengan berat hingga 2 kilogram. Joran ini pun bisa dipakai untuk mengail di sungai, pinggir laut/pantai, air payau, kolam atau sawah.
Umpan yang dipakai untuk mengail adalah umang-umang. Hewan sejenis siput ini hidup di pinggir laut atau pasir pantai. Ukuran umang-umang ini kecil hingga sekitar kelingking orang dewasa. Umang-umang ini biasa dipakai untuk memancing di pantai Air Langkap.
Ada satu cerita menarik mengenai cara memancing orang Air Langkap ini. Pada tahun 2003 lalu, dalam rangka ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI), Koramil Kaur Selatan menyelenggarakan lomba memancing. Peserta memancing jumlahnya puluhan dan berasal dari seluruh propinsi Bengkulu. Pemenang lomba memancing adalah ia yang paling banyak mendapatkan ikan. Setelah lomba selesai, ikan tersebut ditimbang oleh panitia.
Lomba memancing berlangsung di dermaga Linau Kaur Selatan, sebuah pelabuhan alam dengan banyak karang di pantai-pantai dekat pelabuhan itu. Waktu memancing ditentukan lamanya dan dalam rentang waktu itu semua peserta harus berlomba mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya supaya bisa menjadi pemenang.
Tamsir (38 tahun) berasal dari dusun Air Langkap berhasil mengumpulkan ikan terbanyak diantara peserta yang lainnya. Dengan joran khas Air Langkap dan umpan umang-umang ia memenangkan lomba memancing tersebut.
Menurut cerita Tamsir, ada peserta lainnya yang ia tegur saat lomba berlangsung. Peserta tersebut membawa ikan di dalam kantong plastik hitam. Ikan laut dari membeli di pasar itu hendak ia serahkan ke panitia untuk ditimbang sebagai hasil tangkapan mata kailnya. Tamsir sudah mengingatkan kalau panitia tidak sebodoh yang ia bayangkan. Panitia memeriksa ikan-ikan hasil tangkapan. Mungkin karena hasil perlombaan jauh lebih segar hingga berbeda dengan ikan dari pasar, panitia akhirnya mengetahui ada peserta yang berbuat curang. Ikan yang bukan hasil tangkapan perlombaan itu diserahkan panitia kepada peserta yang curang tesebut. "Ikan ini kau bawa ke ibumu untuk dimasak!" kata panitia.
Sebagai pemenang, Tamsir mendapatkan piala dan sejumlah hadiah lainnya. Alat mengailnya yang terbuat dari buluh Temiang/Kapal yang disambung dengan lidi Nau diminta panitia sebagai kenang-kenangan penyelenggara lomba. Alat memancing itu menyedot perhatian banyak orang karena tidak lumrah dan unik.
Orang Air Langkap sudah sejak lama menggunakannya. Dengan joran pancing lidi Nau Tamsir berhasil mengalahkan peserta lainnya yang menggunakan joran pancing yang bagus-bagus, mahal dan katanya alat pancing yang lebih modern.
Subscribe to:
Posts (Atom)